Tak Kenal Umur dan
Tak Kenal Orang
Untuk
HIV/AIDS
Oleh : Raden Rangga Jati
Mendengar kata “AIDS” pada tanggal 1
desember patutlah untuk direnungkan untuk melihat bentuk keprihatinan dan
kepedulian terhadap orang-orang terdekat
dengan semakin merajalelanya bahaya dari virus HIV/AIDS diseluruh dunia
terutama diwilayah Negara Indonesia, jika dilihat dari Kondisi seperti ini yang
sangat memperihatinkan dari Jumlah penderita penyakit HIV/AIDS di Indonesia
mencapai 26.483 kasus per Juni 2011. Bahkan baru-baru ini Kementerian Kesehatan
mengeluarkan data yang mengejutkan soal penderita HIV/AIDS, yang Diperkirakan
sebanyak lebih dari 200.000 penduduk Indonesia menderita penyakit
HIV/AIDS dengan daerah penderita terbanyak terdapat di Provinsi DKI
Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Yogyakarta, Papua, dan Bali .
Hari AIDS Sedunia sendiri pertama
kali dicetuskan pada Agustus 1987 oleh James W. Bunn dan Thomas Netter, dua
pejabat informasi masyarakat untuk Program AIDS Global di Organisasi Kesehatan
Sedunia di Geneva, Swiss. Bunn dan Netter menyampaikan ide mereka kepada Dr.
Jonathan Mann, Direktur Program AIDS Global (kini dikenal sebagai UNAIDS). Dr.
Mann menyukai konsepnya, menyetujuinya, dan sepakat dengan rekomendasi bahwa
peringatan pertama Hari AIDS Sedunia akan diselenggarakan pada 1 Desember 1988
dan berlanjut hingga saat ini.
Dengan memiliki keprihatinan dan
bentuk kepedulian terhadap sesama atau pun orang-orang terdekat baik dari
orangtua, keluarga dan teman-teman dekat agar terhindar dari terjangkitnya virus mematikan yang belum
ditemukan obatnya ini akan tetapi sudah banyak penderitanya. Bentuk
keprihatinan dan kepedulian terhadap
sesama pun digerakan dengan
memperingati “Hari AIDS Sedunia” yang jatuh pada tanggal 1 Desember untuk
menumbuhkan kesadaran terhadap wabah AIDS seperti ; mengadakan kampanye-kampanye diberbagai
dunia mengenai bahaya AIDS dengan bertujuan untuk memperluas informasi dan
edukasi kepada masyarakat luas agar
meningkatkan kesadaran akan pentingnya perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak
dari virus HIV/AIDS, dan memberikan himbauan dari penyuluhan bahaya virus HIV/AIDS agar menggunakan kondom , ketika melakukan
hubungan intim sebagai bentuk tips aman agar tidak terjangkit penyakit yang
mematikan dan sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Namun sesungguhnya dengan memberikan himbauan
kepada masyarakat seperti ini juga mengundang banyak pertanyaan , “apakah
dengan himbauan dengan menggunakan
kondom tidak sama saja dengan upaya untuk melegalkan seks bebas?? .
Dalam
hal kenyataannya ini untuk berkata terhadap perilaku seks bebas
(berganti-ganti pasangan) tidaklah terlepas dari bahaya terjangkitnya atau penularan dari virus HIV/AIDS , karena jelas diketahui
melalui hubungan seks bebas (berganti-ganti pasangan) masih menjadi urutan nomor
1 dalam "menyumbang" angka
penderita virus HIV/AIDS dilihat dari kelompok umur, kelompok umur penderita kasus
AIDS terjadi pada kelompok umur 20 – 29 tahun yakni sebesar 46,4%, disusul
kelompok umur 30 – 39 tahun 31,5% dan kelompok umur 40 – 49 tahun 9,8% maka pada dasarnya berdasarkan data penderita
virus HIV AIDS melalui hubungan seks bebas terbanyak berada pada usia yang
produktif, maka pada dasarnya sangat disayangkan memang terhadap umur penderita
kasus AIDS ini penderita terbanyak berada pada usia yang produktif yang
seharusnya jauh lebih bisa melakukan hal-hal positif dan berguna untuk kedepannya haruslah terjangkit virus
yang mematikan ini, tetapi ya beginilah realitanya berdasarkan data terhadap
virus HIV/AIDS yang bisa dibilang tak kenal umur dan tak kenal muda ataupun
tua.
Pada dasarnya dengan memiliki keprihatinan
dan kesadaran akan hal ini ,semua lapisan masyarakat haruslah ikut serta dan
berupaya menanggulangi, dan mengatasi
penyakit HIV/AIDS ini dengan dukungan dan komitmen tinggi dari pemerintah dalam mempersatukan semua lapisan masyarakat untuk mencegah dan memerangi virus
HIV/AIDS dengan berbagai macam cara, sesuai dengan “kesempatan dan
kemampuan” masing-masing individu terutama dalam memberikan pengetahuan
dan pendidikan yang luas mengenai bahaya virus HIV, serta mengedepankan etika
dan estetika untuk memberikan himbauan lebih terhadap individu yang ingin melakukan
hubungan intim haruslah melalui jalur-jalur yang telah ditentukan, tetapi
semuanya kembali lagi kepada kesadaran pribadi masing-masing “mau
atau tidak” dan “peduli
atau memperdulikan” nya,.
Harapannya dalam hal ini adalah agar pribadi
masing-masing dapat menyadari bahayanya virus yang mematikan dan terhindar dari penyakit yang mematikan ini,
kemudian meluas kepada keluarga, teman, tetangga, dan seluruh saudara sebangsa agar
tidak terjangkiti HIV/AIDS. Selain itu, janganlah melakukan diskriminasi kepada
para penderita penyakit HIV/AIDS, karena
mereka hanyalah korban dari virus
mematikan yang membutuhkan motivasi dan semangat untuk sembuh dari penyakit
HIV/AIDS dari orang-orang terdekatnya, klo ngga bersatu mana bisa??.